BRIDA, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum RI menggelar Webinar Obrolan Kreatif dan Edukatif Kekayaan Intektual dengan tema “Hak Cipta dan Hak Asasi Manusia (HAM) Mencari Titik Temu di Era Digital”, Kamis (24/5) dengan narasumber Anggara Suwahju selaku Managing Director Chayra Law Center.
Menurut Anggara, Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul
secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan
dalam bentuk nyata. Hak Cipta dan HAM bukan saling bertentangan, namun keduanya
saling berkaitan, sebab pelindungan Hak Cipta yang berlebihan dapat berbenturan
dengan kebebasan berekspresi. Hak Cipta jika diatur dengan baik akan mendukung HAM,
namun jika tidak diatur bisa jadi akan menghambat HAM.
Hak Cipta jangan hanya dianggap sebagai hak ekonomi saja, namun Hak Cipta
bisa juga digunakan sebagai instrument untuk meningkatkan partisipasi publik
baik dalam hal budaya, pendidikan, pengetahuan, kebebasan ekspresi, dan
lainnya. Apakah Hak Cipta itu memperkuat atau membatasi Hak Asasi Manusia? Di samping
Hak Cipta sebagai alat pelindung yang dapat melindungi karya cipta seseorang
dari sisi hukum, dapat pula menghambat penikmatan HAM tegantung pada bagaimana
hukum itu dirancang.
Lebih lanjut, Anggara menjelaskan hubungan antara Hak Cipta dengan HAM
yang secara prinsip terhubung. Dalam konteks hukum di era digital ini, Hak
Cipta tidak bersifat absolut, dan ada batas-batas keseimbangan dalam konteks
masyarakat. Dalam hal ini, juga disampaikan bahwa salah satu contoh dari
pelanggaran hak cipta adalah membagikan e-book berbayar secara gratis di media
sosial. Dalam kerangka HAM, setiap orang mempunyai hak untuk menikmati kemajuan
budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Hak Cipta dalam konteks HAM harus dikhususkan tidak hanya sekedar
kepentingan dari individu pencipta. Menikmati perkembangan budaya, ilmu
pengetahuan merupakan bagian dari HAM termasuk Hak Cipta itu sendiri. Maka dari
itu, negara mepunyai peran menciptakan sistem yang memungkinkan memberikan
akses terhadap ilmu pengetahuan dan budaya, meski di sisi lain ada pasal yang
mengakui bahwa Hak Cipta tersebut harus dilindungi. Inilah yang disebut dualitas,disatu
sisi melindungi si pencipta, dan disisi lain memastikan masyarakat tidak terkunci
aksesnya terhadap karya tersebut.
Konflik akan muncul jika si pencipta membatasi akses terhadap hasil ciptaannya yang mempunyai nilai eksklusif yang harus dilindungi. Disini terdapat perbedaan apakah persoalan partisipasi dibatasi ataukah persoalan menikmati yang dibatasi? Jadi sangat penting menciptakan platform/mekanisme perlindungan hukum Hak Cipta dan HAM yang selaras/seimbang.
Pada kesempatan ini disampaikan pula bahwa dalam konteks era digital, tantangan
utama dalam penegakan Hak Cipta adalah dari segi implementasi, contohnya kemudahan
dalam hal penggadaan dan penyebaran konten secara instan dan lintas negara.
Salah satu tantangan dari sisi HAM dalam pelaksanaan Hak Cipta Digital adalah
dengan mengurangi akses publik terhadap informasi. Oleh karena itu, hukum harus
proporsional dan adaptif. Di samping itu pula Hak Cipta, ekspresi dan
partisipasi harus dikelola secara seimbang. Masa depan ruang digital ditentukan
oleh regulasi yang adil dan visioner. #Mty.