BRIDA, Tim Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) Kabupaten Buleleng yang diwakili Analis Kebijakan Ahli Muda, I Gede Suardika dan Made Sumbertiasih, serta staf pelaksana Made Arya Mertada, melaksanakan kunjungan ke Desa Girimas dan Desa Bungkulan, Rabu (26/2) dalam rangka koordinasi tentang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Ekspresi Budaya Tradisional Upacara Ngusaba Bukakak yang ada di Desa Girimas, dan Gambuh di Desa Bungkulan.
Di Desa Girimas diterima oleh Sekretaris Desa, Kelian Adat Sangsit Dangin
Yeh, Jro Mangku Wayan Gunawan, dan Pekaseh/Kelian Subak Banjar Adat Dangin Yeh,
Jro Mangku Wayan Dinasa. Tujuan dilaksanakan koordinasi Upacara Ngusaba Bukakak
ini adalah untuk pencatatan HKI Ekspresi Budaya Tradisional, karena sampai saat
ini upacara yang dilaksanakan tetap eksis dan telah dilaksanakan turun temurun
setiap dua tahun sekali. Berdasarkan informasi dari Dinas Kebudayaan Kabupaten
Buleleng, Upacara Ngusaba Bukakak telah masuk dalam warisan budaya tak benda
dari Kementerian Kebudayaan.
Menurut Kelian Adat Sangsit Dangin Yeh, Ngusaba Bukakak merupakan suatu
yadnya yang sangat unik yang diterima dan dilaksanakan dari leluhur sejak dahulu
kala. Tujuannya adalah untuk mengucapkan rasa syukur (angayubagia) kehadapan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Dewa Wisnu, Dewa
pemelihara yang mempunyai sakti Dewi Sri dan Dewi Laksmi. Dewi Sri melambangkan
kemakmuran, dan Dewi Laksmi melambangkan kebahagiaan. Krama Desa dan Krama
Subak telah menikmati rahmat Beliau berupa hasil panen padi dan palawija.
Harapan ke depan agar pada panen lebih meningkat lagi. Di tahun 2025, upacara
ini dilaksanakan bulan April pada Purnama Kedasa, dan diharapkan kehadiran
Brida Buleleng untuk melengkapi data syarat pengajuan HKI dalam acara tersebut.
Selanjutnya, rencana pengajuan HKI Ekspresi Budaya Tradisional Gambuh
Bungkulan, berkoordinasi langsung dengan pengurus sekaha Gambuh Bungkulan Made
Adi. Disampaikan bahwa Gambuh Bungkulan telah mendapatan Sertifikat Warisan
Budaya Tak Benda dari Kementerian Kebudayaan. Gambuh adalah tarian drama Bali
yang dianggap paling tinggi mutunya dan merupakan dramatari klasik Bali yang paling
kaya akan gerak-gerak tari, sehingga dianggap sebagai sumber segala jenis tari
klasik Bali.
Menurut Made Adi, diperkirakan Gambuh ini muncul sekitar abad ke-XV yang
lakonnya bersumber pada cerita Panji. Gambuh berbentuk total theater, karena didalamnya
terdapat jalinan unsur seni suara, seni drama dan tari, seni rupa, seni sastra,
dan lainnya. Untuk memainkan Tari Gambuh, diiringi dengan gamelan Penggambuhan
yang berlaras Pelog Saih Pitu (tujuh nada).
Tokoh-tokoh yang biasa ditampilkan adalah Condong, Kakan-kakan, Putri, Arya/Kadean-kadean, Panji (Patih Manis), Prabangsa (Patih Keras), Demang, Temenggung, Turas, Panasar, dan Prabu. Dalam memainkan tokoh-tokoh tersebut semua penari berdialog, umumnya bahasa Kawi, kecuali tokoh Turas, Panasar, dan Condong yang berbahasa Bali, baik halus, madya dan kasar.
Dari
rencana pengajauan kedua HKI tersebut, telah diberi formulir untuk mengisi
data-data dimaksud serta rencana Upacara Bukakak diajukan setelah bulan April
sambil menunggu dokumen yang baru. #Igs.