Wawasan Kebangsaan lahir ketika bangsa Indonesia berjuang membebaskan diri dari segala bentuk penjajahan, seperti penjajahan oleh Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang. Perjuangan bangsa Indonesia yang waktu itu masih bersifat lokal ternyata tidak membawa hasil, karena belum adanya persatuan dan kesatuan, sedangkan di sisi lain kaum kolonial terus menggunakan politik adu domba atau devide et impera. Kendati demikian, catatan sejarah perlawanan para pahlawan itu telah membuktikan kepada kita tentang semangat perjuangan bangsa Indonesia yang tidak pernah padam dalam usaha mengusir penjajah dari nusantara.
Dalam perkembangan berikutnya, muncul kesadaran bahwa perjuangan yang
bersifat nasional, yakni perjuangan yang berlandaskan persatuan dan kesatuan
dari seluruh bangsa Indonesia akan mempunyai kekuatan yang nyata. Kesadaran
tersebut kemudian mendapatkan bentuk dengan lahirnya pergerakan Budi Utomo pada
tanggal 20 Mei 1908 yang merupakan tonggak awal sejarah perjuangan bangsa yang
bersifat nasional itu, yang kemudian disusul dengan lahirnya gerakan-gerakan
kebangsaan di bidang politik, ekonomi/perdagangan, pendidikan, kesenian, pers
dan kewanitaan.
Tekad perjuangan itu lebih dipertegas lagi dengan Sumpah Pemuda pada
tanggal 28 Oktober 1928 dengan ikrar “Satu Nusa, Satu Bangsa, dan menjunjung
tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia”. Wawasan kebangsaan tersebut kemudian
mencapai satu tonggak sejarah bersatu padu memproklamasikan kemerdekaan pada
tanggal 17 Agustus 1945. Dalam perjalanan sejarah itu telah timbul pula
gagasan, sikap, dan tekad yang bersumber dari nilai-nilai budaya bangsa serta
disemangati oleh cita-cita moral rakyat yang luhur. Sikap dan tekad itu adalah
pengejawantahan dari satu Wawasan Kebangsaan. (PPWK Buleleng, 2022).