Ditengah-tengah upaya meningkatkan kualitas pendidikan, terdapat berbagai tantangan dalam upaya pemajuan pendidikan. Berdasarkan pada hasil wawancara dan observasi yang dilakukan pada sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang ada di Kota Singaraja ada beberapa persoalan esensial pendidikan di Kota Singaraja.
Pertama, masalah
sumber daya manusia. Sumber daya manusia merupakan kemampuan atau kekuatan yang
dimiliki manusia, berupa akal perasaan, keterampilan, dorongan, karya dan
sebagainya untuk menjalankan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Sumber daya manusia pada konteks pendidikan menyangkut pendidik dan
tenaga kependidikan.
Kedua, sarana
prasarana pendidikan. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai
alat dalam mencapai maksud dan tujuan, yang dalam konteks pendidikan adalah
tujuan pendidikan. Fasilitas adalah alat atau perangkat yang secara langsung
mendukung dan menggunakan proses pendidikan dan pembelajaran pendidikan,
seperti ruangan, kursi, meja, buku, perpustakaan, dan alat media pendidikan.
Sarana juga dapat diartikan sebagai alat langsung yang digunakan untuk mencapai
suatu tujuan. Sedangkan prasarana berarti alat tidak langsung yang dimanfaatkan
untuk meraih tujuan. Bisa disimpulkan jika sarana dan prasarana merupakan
seluruh benda, baik yang bergerak ataupun tidak, digunakan untuk meraih tujuan
tujuan pendidikan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sarana dan
prasarana membantu proses kegiatan berjalan lancar, teratur, efektif, serta
efisien dalam mencapai tujuan pendidikan. Adapun sarana prasarana utama yang
dibutuhkan dalam melaksanakan praktik pendidikan di sekolah adalah ruang kelas,
perpustakaan, laboratorium, ruang praktik, ruang pimpinan, ruang guru, ruang
ibadah, ruang UKS, toilet, Gudang, ruang sirkulasi, tempat bermain/olahraga,
ruang TU, ruang konseling, ruang osis dan ruang bangunan, termasuk di dalamnya
sarana dan prasarana untuk kaum disabilitas.
Ketiga, proses
pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No. 20 Tahun 2023).
Proses pendidikan merupakan kegiatan berkesinambungan yang dilakukan oleh
pendidik dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Pada
konteks ini proses pendidikan diawali dengan pembuatan rencana pelaksanaan
pembelajaran, pengembangan sumber belajar, pembuatan media pembelajaran,
melakukan proses pembelajaran dan melakukan evaluasi pembelajaran serta
refleksi untuk melakukan tindak lajut. Tahapan-tahapan proses pembelajaran akan
menentukan kualitas hasil belajar yang diperoleh peserta didik baik yang
bersifat langsung maupun tidak langsung. Pada tahap perencanaan pembelajaran,
pengembangan perangkat pembelajaran masih menjadi masalah klasik sebagian guru,
khsusnya berkaitan dengan pengembangan sumber belajar, media pembelajaran dan
model evaluasi yang relevan dengan alur tujuan pembelajaran yang ditetapkan.
Sebagian guru mengakui masing mengalami masalah cara pengembangan sumber
belajar yang relevan dengan materi, mengembangkan model-model pembelajaran dan
pemilihan model sesuai dengan kebutuhan peserta didik, cara mempraktikkan
model-model pembelajaran inovatif dalam pembelajaran, pengembangan dan
pemilihan model evaluasi yang relevan dengan kompetensi peserta didik. Pada
proses pembelajaran masih banyak guru-guru yang menggunakan model pembelajaran
ekspositori dengan menggunakan pola pembelajaran yang bersifat kognitif melalui
alur kegiatan yang bersifat monoton. Implikasinya pembelajaran menjadi kurang
bermakna, membosankan dan belu memberikan dampak signifikan pada pengembangan
kemampuan berpikir kritis peserta didik. Disisi lain, tampak belum semua guru
menggunakan media pembelajaran yang bersifat multi media, model pembelajaran
yang bersifat konstruktivis dan penilaian hasil belajar berbasis proses.
Keempat, secara
yuridis Permendikbud dapat menjadi dasar yang kuat untuk mengatur proses
penerimaan peserta didik baru dan memastikan tidak ada lagi permasalahan yang
diakibatkan karena proses penerimaan peserta didik baru. Namun dalam
kenyataannya penerimaan peserta didik baru masih menyisakan beberapa
permasalahan, seperti adanya orang tua yang tidak mau menyekolahkan anaknya
pada zonasi yang telah ditentukan, adanya calon peserta didik yang tidak
mendapatkan sekolah pada zonasi yang ditetapkan oleh pemerintah daerah, adanya
ketimpangan peminat calon peserta didik baru antara sekolah yang satu dengan
sekolah lainnya, masih adanya paradigma sekolah unggulan dan sekolah biasa, dan
adanya permasalahan dalam penentuan kuaota zonasi, afirmasi, perpindahan orang
tua/wali dan jalur prestasi. Masih banyak orang tua yang belum memahami proses
penerimaan peserta didik baru yang dilakukan dengan jalur zonasi, afirmasi,
perpindahan orang tua/wali dan prestasi untuk SMP dan SMA. Implikasinya
beberapa orang tua meninginkan anaknya sekolah di luar zonasi yang telah
ditentukan dengan berbagai alasan, termasuk dengan cara memindahkan domisili
anaknya dengan tujuan mendapatkan sekolah yang diinginkan. Implikasinya adalah
beberapa sekolah mendapatkan calon peserta didik yang berlebihan dari daya
tampung yang ditentukan dan beberapa sekolah sepi peminat. Hal ini juga tidak
terlepas dari adanya persepsi sekolah unggulan dan sekolah biasa yang merujuk
pada kualitas yang baik pada sekolah unggulan dan kualitas yang kurang
berkualitas pada sekolah biasa. Padahal tujuan utama dari zonasi adalah
mebangun pemerataan peningkatan kualitas sekolah baik dari sisi sumber daya
manusia, sarana prasarana, pembiayaan pendidikan sampai pada pengelolaan satuan
pendidikan.
Kelima, partisipasi komite sekolah dalam membangun kualitas pendidikan melalui perencanaan kegiatan sekolah, partsisipasi penyediaan sarana prasarana pendidikan, pengawasan proses pendidikan dan evaluasi terhadap program pendidikan pada satuan pendidikan. Secara konseptual komite sekolah Komite Sekolah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orangtua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan. Fungsi Komite Sekolah adalah: (1) memberikan pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan terkait; kebijakan dan program sekolah; rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah/rencana kerja dan anggaran sekolah (RAPBS/RKAS); kriteria kinerja sekolah; kriteria fasilitas pendidikan di sekolah; dan kriteria kerjasama sekolah dengan pihak lain, (2) menggalang dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat baik perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri maupun pemangku kepentingan lainnya melalui upaya kreatif dan inovatif, (3) mengawasi pelayanan pendidikan di sekolah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan (4) menindaklanjuti keluhan, saran, kritik, dan aspirasi dari peserta didik, orangtua/wali, dan masyarakat serta hasil pengamatan Komite Sekolah atas kinerja sekolah. Fungsi sebagaimana diamanatkan di atas, belum mampu dilaksanakan secara oftimal oleh Komite Sekolah yang ada di Kota Singaraja. Fungsi paling refresentatif dilakukan pada proses memberikan pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan berkaitan dengan program sekolah dan rencana kerja dan angaran sekolah. Sedangkan aspek menggalang dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat dan menindaklanjuti saran serta aspirasi dari orang tua belum mampu dijalankan secara oftimal.
Sumber: Saraswati Jurnal Kelitbangan Kabupaten Buleleng
Volume 4 Nomor 1 Tahun 2025 (Hal. 8-10)