(0362) 27719
brida@bulelengkab.go.id
Badan Riset dan Inovasi Daerah

Ragam Masalah Pendidikan di Kota Singaraja

Admin brida | 08 Desember 2025 | 978 kali

Ditengah-tengah upaya meningkatkan kualitas pendidikan, terdapat berbagai tantangan dalam upaya pemajuan pendidikan. Berdasarkan pada hasil wawancara dan observasi yang dilakukan pada sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang ada di Kota Singaraja ada beberapa persoalan esensial pendidikan di Kota Singaraja.

 

Pertama, masalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia merupakan kemampuan atau kekuatan yang dimiliki manusia, berupa akal perasaan, keterampilan, dorongan, karya dan sebagainya untuk menjalankan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sumber daya manusia pada konteks pendidikan menyangkut pendidik dan tenaga kependidikan.

 

Kedua, sarana prasarana pendidikan. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan, yang dalam konteks pendidikan adalah tujuan pendidikan. Fasilitas adalah alat atau perangkat yang secara langsung mendukung dan menggunakan proses pendidikan dan pembelajaran pendidikan, seperti ruangan, kursi, meja, buku, perpustakaan, dan alat media pendidikan. Sarana juga dapat diartikan sebagai alat langsung yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan prasarana berarti alat tidak langsung yang dimanfaatkan untuk meraih tujuan. Bisa disimpulkan jika sarana dan prasarana merupakan seluruh benda, baik yang bergerak ataupun tidak, digunakan untuk meraih tujuan tujuan pendidikan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sarana dan prasarana membantu proses kegiatan berjalan lancar, teratur, efektif, serta efisien dalam mencapai tujuan pendidikan. Adapun sarana prasarana utama yang dibutuhkan dalam melaksanakan praktik pendidikan di sekolah adalah ruang kelas, perpustakaan, laboratorium, ruang praktik, ruang pimpinan, ruang guru, ruang ibadah, ruang UKS, toilet, Gudang, ruang sirkulasi, tempat bermain/olahraga, ruang TU, ruang konseling, ruang osis dan ruang bangunan, termasuk di dalamnya sarana dan prasarana untuk kaum disabilitas.

 

Ketiga, proses pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No. 20 Tahun 2023). Proses pendidikan merupakan kegiatan berkesinambungan yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Pada konteks ini proses pendidikan diawali dengan pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran, pengembangan sumber belajar, pembuatan media pembelajaran, melakukan proses pembelajaran dan melakukan evaluasi pembelajaran serta refleksi untuk melakukan tindak lajut. Tahapan-tahapan proses pembelajaran akan menentukan kualitas hasil belajar yang diperoleh peserta didik baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Pada tahap perencanaan pembelajaran, pengembangan perangkat pembelajaran masih menjadi masalah klasik sebagian guru, khsusnya berkaitan dengan pengembangan sumber belajar, media pembelajaran dan model evaluasi yang relevan dengan alur tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Sebagian guru mengakui masing mengalami masalah cara pengembangan sumber belajar yang relevan dengan materi, mengembangkan model-model pembelajaran dan pemilihan model sesuai dengan kebutuhan peserta didik, cara mempraktikkan model-model pembelajaran inovatif dalam pembelajaran, pengembangan dan pemilihan model evaluasi yang relevan dengan kompetensi peserta didik. Pada proses pembelajaran masih banyak guru-guru yang menggunakan model pembelajaran ekspositori dengan menggunakan pola pembelajaran yang bersifat kognitif melalui alur kegiatan yang bersifat monoton. Implikasinya pembelajaran menjadi kurang bermakna, membosankan dan belu memberikan dampak signifikan pada pengembangan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Disisi lain, tampak belum semua guru menggunakan media pembelajaran yang bersifat multi media, model pembelajaran yang bersifat konstruktivis dan penilaian hasil belajar berbasis proses.

 

Keempat, secara yuridis Permendikbud dapat menjadi dasar yang kuat untuk mengatur proses penerimaan peserta didik baru dan memastikan tidak ada lagi permasalahan yang diakibatkan karena proses penerimaan peserta didik baru. Namun dalam kenyataannya penerimaan peserta didik baru masih menyisakan beberapa permasalahan, seperti adanya orang tua yang tidak mau menyekolahkan anaknya pada zonasi yang telah ditentukan, adanya calon peserta didik yang tidak mendapatkan sekolah pada zonasi yang ditetapkan oleh pemerintah daerah, adanya ketimpangan peminat calon peserta didik baru antara sekolah yang satu dengan sekolah lainnya, masih adanya paradigma sekolah unggulan dan sekolah biasa, dan adanya permasalahan dalam penentuan kuaota zonasi, afirmasi, perpindahan orang tua/wali dan jalur prestasi. Masih banyak orang tua yang belum memahami proses penerimaan peserta didik baru yang dilakukan dengan jalur zonasi, afirmasi, perpindahan orang tua/wali dan prestasi untuk SMP dan SMA. Implikasinya beberapa orang tua meninginkan anaknya sekolah di luar zonasi yang telah ditentukan dengan berbagai alasan, termasuk dengan cara memindahkan domisili anaknya dengan tujuan mendapatkan sekolah yang diinginkan. Implikasinya adalah beberapa sekolah mendapatkan calon peserta didik yang berlebihan dari daya tampung yang ditentukan dan beberapa sekolah sepi peminat. Hal ini juga tidak terlepas dari adanya persepsi sekolah unggulan dan sekolah biasa yang merujuk pada kualitas yang baik pada sekolah unggulan dan kualitas yang kurang berkualitas pada sekolah biasa. Padahal tujuan utama dari zonasi adalah mebangun pemerataan peningkatan kualitas sekolah baik dari sisi sumber daya manusia, sarana prasarana, pembiayaan pendidikan sampai pada pengelolaan satuan pendidikan.

 

Kelima, partisipasi komite sekolah dalam membangun kualitas pendidikan melalui perencanaan kegiatan sekolah, partsisipasi penyediaan sarana prasarana pendidikan, pengawasan proses pendidikan dan evaluasi terhadap program pendidikan pada satuan pendidikan. Secara konseptual komite sekolah Komite Sekolah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orangtua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan. Fungsi Komite Sekolah adalah: (1) memberikan pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan terkait; kebijakan dan program sekolah; rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah/rencana kerja dan anggaran sekolah (RAPBS/RKAS); kriteria kinerja sekolah; kriteria fasilitas pendidikan di sekolah; dan kriteria kerjasama sekolah dengan pihak lain, (2) menggalang dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat baik perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri maupun pemangku kepentingan lainnya melalui upaya kreatif dan inovatif, (3) mengawasi pelayanan pendidikan di sekolah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan (4) menindaklanjuti keluhan, saran, kritik, dan aspirasi dari peserta didik, orangtua/wali, dan masyarakat serta hasil pengamatan Komite Sekolah atas kinerja sekolah. Fungsi sebagaimana diamanatkan di atas, belum mampu dilaksanakan secara oftimal oleh Komite Sekolah yang ada di Kota Singaraja. Fungsi paling refresentatif dilakukan pada proses memberikan pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan berkaitan dengan program sekolah dan rencana kerja dan angaran sekolah. Sedangkan aspek menggalang dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat dan menindaklanjuti saran serta aspirasi dari orang tua belum mampu dijalankan secara oftimal.


Sumber: Saraswati Jurnal Kelitbangan Kabupaten Buleleng Volume 4 Nomor 1 Tahun 2025 (Hal. 8-10)