(0362) 27719
brida@bulelengkab.go.id
Badan Riset dan Inovasi Daerah

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM MENGELOLA SAMPAH DI BULELENG

Admin brida | 02 Juni 2022 | 352 kali

Pemberdayaan masyarakat untuk mengolah sampah di sumbernya sudah dilakukan dengan mengadakan sosialisasi pengolahan sampah, menunjukkan contoh nilai ekonomi produk pengolahan sampah, dan membantu memasarkan produk pengolahan sampah. Pemberdayaan masyarakat untuk mengolah sampah di sumbernya memang sudah dilakukan oleh DLH Kabupaten Buleleng, pengelola TPS, dan komunitas pecinta lingkungan melalui sosialisasi pengolahan sampah, menunjukkan nilai ekonomi produk pengolahan sampah, dan membantu memasarkan produk pengolahan sampah. Namun, pengolahan sampah di sumbernya belum optimal, sehingga volume sampah yang diangkut ke TPS dan ke TPA masih banyak. Volume sampah yang diangkut ke TPA Bengkala mencapai rerata 437 M3 per hari. Keadaan itu menandakan masih banyak anggota masyarakat yang belum yakin bahwa mengolah sampah di sumbernya dapat mendatangkan nilai ekonomi, apa lagi mengolah sampah di sumbernya memerlukan modal, betapapun kecilnya. Bagi sejumlah anggota masyarakat, kegagalan sangat berisiko bagi mereka, dan tidak boleh terjadi, kerena kegagalan bagi mereka merupakan bencana.

 

Ada kalanya, bagi sejumlah anggota masyarakat subsisten, sebagaimana diungkapkan oleh RH Tawney (1966) ibaratkan mereka selamanya berdiri di air sampai ke leher, sedikit saja ada riak, maka mereka akan tenggelam. Bagi masyarakat yang demikian hampir tidak mungkin meminta mereka melakukan sesuatu yang berisiko, betapapun kecilnya. Masyarakat yang demikian adalah masyarakat yang menolak resiko, karena resiko gagal berarti bencana bagi mereka. Oleh karena itu mereka harus diberikan jaminan kepastian. Kalau mereka diminta mengolah sampah misalnya, berikan kepastian bahwa produk yang mereka hasilkan ada yang membeli. Kalau membutuhkan modal untuk mengolah sampah, betapapun kecilnya, mereka perlu dibantu.

 

Cara Kepala Desa Dencarik dalam mengolah sampah dengan mengembangkan Magot mungkin dapat ditiru. Ia memberikan telor bibit Magot dan bibit ayam kepada sejumlah orang stafnya yang bersedia mengolah sampah dengan mengembangkan Magot. Sampah organik dijadikan media tumbuh dan pakan Magot. Dalam waktu 45 hari, Magot bisa dipanen dan sampah media tumbuhnya menjadi kompos. Hasil panen Magot dapat dijual dengan harga Rp. 75.000,- per kg., bisa juga sebagai makanan ayam. Hasil panen Magot dan ayam dibeli dan disalurkan oleh Kepala Desa Dencarik. Tentu masih banyak cara lain untuk memberdayakan masyarakat agar tertarik mengolah sampah di sumbernya. Komunitas pencinta lingkungan di Buleleng mengusulkan pembentukan koperasi yang membeli produk hasil pengolahan sampah. Masyarakat hanya membutuhkan jaminan kepastian bahwa produk hasil pengolahan sampah mereka ada yang membeli agar mereka tidak rugi. (Balitbang/21).