Kabupaten Buleleng memiliki topografi perbukitan dengan sekitar 40%
wilayahnya berupa ekosistem hutan serta laju pertumbuhan penduduk sebesar
2,51%. Hal ini berdampak pada perubahan fungsi lahan, misalnya lahan pertanian
menjadi lokasi permukiman. Dwifungsi yang kontradiktif akibat kepadatan
penduduk dan terbatasnya lahan, mengakibatkan tidak jarangnya saluran drainase
dimanfaatkan sebagai tempat pembuangan sampah. Ditambah kesadaran dan kebiasaan
masyarakat terutama yang tinggal di bantaran sungai sering menjadikan sungai
sebagai tempat pembuangan sampah rumah tangga. Dampak dari “malfungsi” drainase
adalah suatu daerah atau kawasan menjadi daerah rawan genangan dan banjir.
(Hasil Kelitbangan, 2022:47-48).
Beberapa analisis yang
dilakukan, diantaranya; a) Tahap awal dalam suatu perencanaan sistem drainase
perkotaan diawali dengan penyusunan Rencana Induk Sistem Drainase. Rencana
Induk Sistem Drainase Perkotaan disusun untuk kawasan metropolitan, kawasan
perkotaan besar dan kota yang mempunyai nilai strategis. Dalam hal sistem drainase
perkotaan untuk kawasan kota sedang dan kecil, Rencana Induk Sistem Drainase
Perkotaan disusun secara sederhana. Rencana induk disusun oleh instansi yang
berwenang di bidang 51 drainase dan ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota
sehingga Rencana Induk Sistem Drainase Perkotaan untuk wilayah Kabupaten
Buleleng sebaiknya ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Buleleng. Penyusunan
rencana induk pada kabupaten/kota harus berdasarkan pada Rencana Umum Tata
Ruang Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air
di wilayah tersebut. Rencana induk Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan
berlaku 25 (dua puluh lima) tahun atau disesuaikan dengan jangka waktu
berlakunya Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten/Kota (Pasal 7 Permen PUPR Nomor 12
Tahun 2014);
b) Kabupaten Buleleng telah
menyusun masterplan drainase untuk Kawasan Perkotaan Seririt, Perkotaan
Pancasari, dan Perkotaan Singaraja. Selanjutnya perlu disusun masterplan sistem
drainase perkotaan di tiap-tiap pusat kegiatan dan kawasan strategis berdasarkan
RTRW Kabupaten Buleleng;
1) Studi Kelayakan Setelah
rencana induk sistem drainase disusun maka perlu disusun suatu studi kelayakan.
Studi Kelayakan Sistem Drainase Perkotaan disusun untuk mengukur tingkat
kelayakan rencana pembangunan prasarana dan sarana Sistem Drainase Perkotaan di
suatu wilayah pelayanan ditinjau dari aspek teknis, ekonomi dan lingkungan.
Studi kelayakan disusun oleh penyelenggara sistem drainase perkotaan dan harus
mendapatkan pengesahan dari pemerintah daerah (Pasal 11 Permen PUPR Nomor 12
Tahun 2014);
2) Pelaksanaan Teknis
Terperinci Tahapan perencanaan sistem drainase perkotaan didahului penyusunan
rencana induk (masterplan) sistem drainase perkotaan. Berdasarkan muatan
penyusunan rencana induk sistem drainase perkotaan akan tergambarkan pembagian
sistem drainase dan yang berfungsi sebagai pembuangan utama drainase adalah
sungai. Dalam satu sistem drainase akan terdiri dari beberapa subsistem. Dalam
satu sistem akan terdapat beberapa saluran primer, sekunder dan tersier.
Penyusunan sistem drainase akan terdapat prioritas pelaksanaan pembangunan
jangka pendek, menengah dan panjang. Dari skala prioritas penanganan drainase
ditindaklanjuti dengan studi kelayakan. Hasil studi kelayakan sangat penting
terutama menyangkut kelayakan teknis, ekonomi dan lingkungan. Tahapan
penyusunan ini sangat penting untuk perencanaan yang lebih detail. 52
Penyusunan perencanaan teknik rinci saluran drainase melalui beberapa altenatif
konstruksi yang disesuaikan dengan kondisi lapangan. Hasil dari penyusunan
perencanaan teknik rinci saluran drainase berupa, gambar, spesifikasi teknik,
laporan teknis dan rencana anggaran biaya yang nantinya akan digunakan sebagai
pedoman pelaksanaan konstruksi saluran drainase di lapangan;
3) Pelaksanaan Konstruksi Pelaksaanaan konstruksi sistem drainase perkotaan meliputi kegiatan pembangunan baru dan/atau normalisasi. Pembangunan baru meliputi kegiatan membangun saluran, memperbanyak saluran, memperpanjang saluran, mengalihkan aliran, sistem polder, kolam tampung (storage) memanjang, kolam retensi. Normalisasi adalah kegiatan untuk memperbaiki saluran dan sarana drainase lainnya termasuk bangunan pelengkap sesuai dengan kriteria perencanaan (Pasal 15 Permen PUPR Nomor 12 Tahun 2014). Pelaksanaan konstruksi wajib mengikuti prinsip pelaksanaan konstruksi aman dan bersih (clean construction). Dalam suatu konstruksi sistem drainase perkotaan, perlu dilakukan uji coba saluran drainase yang dilaksanakan pada prasarana dan sarana drainase yang dibangun agar dapat beroperasi sesuai dengan mutu dan fungsinya. Uji coba prasarana dan sarana sistem drainase sebagaimana pada saluran, bangunan perlintasan, bangunan pompa air, dan bangunan pintu air. Uji coba dilakukan dengan melakukan pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan terhadap fungsi prasarana dan sarana sebelum pekerjaan konstruksi diserahkan kepada direksi teknik (Pasal 18 Permen PUPR Nomor 12 Tahun 2014). Pelaksanaan pembangunan saluran drainase yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten yakni penanganan saluran drainase perkotaan di tingkat saluran primer, sekunder dan tersier. Konstruksi saluran drainase yang terbangun perlu mendapatkan penanganan berupa rehabilitasi dan pemeliharaan saluran drainase untuk mengoptimalkan fungsi dan kapasitas saluran;
4) Operasi dan Pemeliharaan
Operasi dan Pemeliharaan dilaksanakan untuk menjamin kelangsungan fungsi sistem
drainase perkotaan dengan prinsip aman dan bersih yang mana operasi dan
pemeliharaan drainase perkotaan primer, sekunder dan tersier menjadi tanggung
jawab pemerintah kabupaten/kota. Selanjutnya, operasi dan 53 pemeliharaan
drainase perkotaan lokal, menjadi tanggung jawab pengelola kawasan dan kawasan
permukiman yang dibangun oleh pelaku pembangunan menjadi tanggung jawab pelaku
pembangunan dan/atau masyarakat berdasarkan peraturan perundangan. Pelaksanaan
operasi dan pemeliharaan wajib mengikuti kaidah pelaksanaan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Sistem Manajemen Lingkungan (Pasal 20
Permen PUPR Nomor 12 Tahun 2014). Pengoperasian prasarana dan sarana drainase
perkotaan dilakukan untuk memfungsikan secara optimal pengaturan aliran air dan
pengelolaan sedimen. Pengoperasian prasarana dan sarana mencakup pintu air
manual dan otomatis dan saringan sampah manual dan otomatis. Pengaturan aliran
air dilakukan untuk mengendalikan sistem aliran air hujan agar mudah melewati
belokan daerah curam, gorong-gorong, pertemuan saluran, bangunan terjun,
jembatan, tali air (street inlet), pompa, pintu air. Sedangkan pengelolaan
sedimen sebagaimana terdiri dari pengerukan, pengangkutan dan pembuangan
sedimen secara aman (Pasal 21 Permen PUPR Nomor 12 Tahun 2014). Pemeliharaan
dilakukan untuk mencegah kerusakan dan/atau penurunan fungsi prasarana drainase
dan perbaikan terhadap kerusakan prasarana drainase. Pelaksanaan pemeliharaan
wajib mengikuti metode pelaksanaan bersih dan aman. Kegiatan Pemeliharaan
meliputi (Pasal 22 Permen PUPR Nomor 12 Tahun 2014): a. Pemeliharaan rutin;
Pemeliharaan rutin paling sedikit meliputi kegiatan pengangkutan sampah
manual/otomatis, pengerukan sedimen dari saluran, dan pemeliharaan mechanical
electrical. b. Pemeliharaan berkala; Pemeliharaan berkala paling sedikit
meliputi kegiatan penggelontoran, pengerukan sedimen saluran/kolam/bak
kontrol/goronggorong/syphon/kolam tandon/kolam retensi, dan pemeliharaan
mechanical electrical. c. Rehabilitasi; Rehabilitasi meliputi kegiatan, antara
lain: penggantian atau perbaikan saluran, pompa/pintu air, perbaikan tanggul,
penggantian atau perbaikan saringan sampah, perbaikan kolam tampung dan perbaikan
kolam 54 tandon/kolam retensi akibat penurunan fungsi maupun darurat (bencana
alam). (Hasil Kelitbangan, 2022:50-54).