BRIDA, Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) Kabupaten Buleleng menyelenggarakan Forum Diskusi/Pembahasan Awal dalam rangka penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penanggulangan Kemiskinan. Kegiatan berlangsung di ruang rapat setempat, dengan dipimpin langsung oleh Drs. Made Supartawan, M.M., selaku Kepala Brida, dan didampingi Dr. I Nyoman Gede Remaja, S.H.,M.H., selaku Ketua Tim Pelaksana Universitas Panji Sakti (Unipas) Singaraja.
Dalam sambutannya, Supartawan menyampaikan bahwa inisiatif penyusunan
Ranperda ini merupakan usulan dari Bappeda Buleleng sebagai bentuk penyesuaian
dan penyempurnaan regulasi sejalan dengan terbitnya beberapa Instruksi Presiden
(Inpres) terkait isu sosial dan ekonomi. "Forum diskusi ini penting untuk
membahas urgensi penyusunan regulasi secara mendalam. Proses penyusunan
direncanakan berlangsung selama tiga bulan, dari Juli hingga September 2025",
ujarnya.
Selanjutnya, Remaja dalam pemaparannya menjelaskan bahwa tim penyusun
terdiri dari para ahli di bidang hukum, kebijakan publik, dan ekonomi. Ia
menekankan bahwa kemiskinan adalah isu yang sangat riskan dan kompleks.
Penyusunan Ranperda ini dilatarbelakangi oleh kondisi angka kemiskinan di
Buleleng yang masih berada pada kisaran 5,39%, di atas angka kemiskinan
Provinsi Bali (4%) dan target nasional (4,5–5%). Secara yuridis, penyusunan
Ranperda ini merujuk pada sejumlah regulasi terkini, antara lain Inpres Nomor 4
Tahun 2025 tentang penggunaan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), Inpres
Nomor 8 Tahun 2025 tentang optimalisasi penanggulangan dan penghapusan
kemiskinan ekstrem, dan Permendagri Nomor 53 Tahun 2020 tentang kelembagaan dan
koordinasi Tim Penanggulangan Kemiskinan.
Lebih lanjut, Remaja juga memaparkan identifikasi awal permasalahan yang
akan menjadi landasan penyusunan Ranperda, yakni: 1) Permasalahan utama yang
dihadapi masyarakat adalah ketimpangan akses terhadap layanan dasar, rendahnya
pendapatan, belum optimalnya pemberdayaan masyarakat, serta ketidaktepatan data
dan sasaran program bantuan. 2) Urgensi Ranperda terletak pada fungsinya
sebagai instrumen hukum yang dapat memperkuat arah kebijakan penanggulangan
kemiskinan secara terstruktur dan sistematis, serta menjadi strategi solutif
atas berbagai masalah kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Buleleng. 3)
Pertimbangan penyusunan mencakup landasan filosofis (hak dasar warga atas
kesejahteraan), sosiologis (respon terhadap realitas sosial), dan yuridis
(sinkronisasi dengan regulasi nasional). 4) Sasaran Ranperda adalah penurunan
angka kemiskinan secara terukur, penguatan sinergi lintas sektor, dan
perwujudan keadilan sosial. Ruang lingkup pengaturan mencakup mekanisme
pendataan, pelaksanaan program, pembiayaan, pengawasan, serta jangkauan dan
arah pengaturan berbasis lokalitas dan kebutuhan daerah.
Selain itu, Remaja juga menegaskan bahwa dalam naskah akademik ini,
sistematika pembahasan terbagi menjadi enam bab, yang mencakup pendahuluan,
kajian teoritis dan praktis, evaluasi peraturan perundang-undangan, landasan
filosofis-sosiologis-yuridis, arah dan ruang lingkup pengaturan, serta penutup.
Tim Pelaksana Unipas, Dr. Gede Sandisa, S.Sos., M.Si., turut menambahkan
bahwa metode penelitian menggunakan pendekatan hukum empiris dengan metode
kualitatif deskriptif dan pendekatan analitis-evaluatif. Populasi penelitian
mencakup seluruh elemen regulasi dan pelaksana penanggulangan kemiskinan di
Buleleng, dengan teknik pengumpulan data melalui studi dokumentasi, wawancara,
dan survei kuesioner. Analisis data dilakukan secara simultan dengan pendekatan
sistematis.
Forum ini juga membuka ruang diskusi yang menghasilkan berbagai masukan
penting dari peserta rapat. Beberapa poin yang mengemuka di antaranya adalah
pentingnya sinkronisasi dan akurasi data kemiskinan berbasis pada DTSEN yang
datanya bersumber dari DTKS, P3KE, dan Regsosek. Peserta menekankan perlunya
indikator dan parameter kemiskinan yang seragam antarinstansi, serta strategi
penetapan sasaran bantuan yang tepat, transparan, dan tidak tumpang tindih.
Penanganan kemiskinan juga diharapkan mempertimbangkan pendekatan yang berbeda
antara wilayah desa dan kota, serta mengedepankan integritas dan kolaborasi
lintas sektor. Selain itu, usulan terkait peningkatan kualitas instrumen
survei, validitas data, serta dampak kebijakan terhadap indeks pembangunan
manusia (IPM) menjadi perhatian bersama. Seluruh peserta mendorong agar
substansi Ranperda nantinya dapat menjadi instrumen hukum yang mampu menjawab
tantangan kemiskinan secara nyata dan terukur.
Di akhir kegiatan, Kepala Brida menegaskan pentingnya peraturan ini tidak hanya sebagai produk hukum, namun juga sebagai instrumen yang mampu memberikan edukasi dan pembinaan kepada masyarakat untuk mengatasi permasalahan kemiskinan secara berkelanjutan.
Forum dihadiri oleh Bappeda, BPBD, Dinsos, Dinas PMD, Dinas P2KB P3A,
Disdikpora, DKPP, Distan, Disdag Perinkop UKM, Disbud, Dispar, Dinkes, Dinas
PUTR, DLH, Disnaker, Disduk Capil, RSUD, Bagian Hukum Setda, Camat-se Kab.
Buleleng, Forkomdeslu Kab. Buleleng, Tim Pengendali Mutu dari Undiksa, Unipas dan
STAH N Mpu Kuturan, Tim Teknis dan Tim Pengawas Swakelola Penyusunan
Pekerjaan, serta Fungsional Analis
Kebijakan Ahli Muda dan Staf Pelaksana pada Kelompok Riset BRIDA Buleleng. #Sck.