BRIDA, Tepatnya di Aula Kantor Perbekel Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, sebanyak 30 ibu-ibu pengerajin tenun mengikuti kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) dengan tema “Penguatan Identitas dan Peran Perempuan melalui Revitalisasi Tenun Cag-Cag berbasis Kearifan Lokal di Desa Sembiran”, Rabu (24/9). Kegiatan ini didanai melalui Dana Dipa Ditjen Bimas Hindu tahun 2025.
Dalam kegiatan kali ini, dua perangkat daerah yang dilibatkan untuk dapat
memberikan pengarahan kepada pengrajin Tenun Cag-Cag adalah Brida Kabupaten
Buleleng yang diwakili Analis Kebijakan Ahli Madya, Made Mira Tri Yulia Ida
Justisiana, dan dari Disdagprinkop UKM yang diwakili oleh Pendamping UMKM.
Dengan Kerjasama ini diharapkan dapat memperkuat jejaring, mendukung
keberlanjutan, sekaligus memperluas dampak ekonomi kreatif berbasis budaya
lokal di Desa Sembiran.
Adapun luaran kegiatan ini, meliputi pelatihan pewarnaan benang dengan
bahan alami; pendaftaran hak cipta motif dan hak merek kolektif usaha tenun
cag-cag yang akan difasilitasi oleh Brida Buleleng; pemberian bantuan alat
tenun, penyusunan buku edukasi pembuatan tenun cag-cag, serta produksi video
dokumenter.
Ketua panitia, Ni Luh Putu Yuliani Dewi, S.Ag., M.Ag., menjelaskan bahwa
Desa Sembiran dikenal sebagai “Desa Luh” yang sarat dengan peran perempuan
dalam menjaga nilai dan tradisi budaya. “Inilah yang mendorong Institut Mpu
Kuturan Singaraja selalu ingin kembali melakukan pengabdian di Desa Sembiran,
karena identitas desa ini lekat dengan eksistensi ibu-ibu sebagai penjaga tradisi”,
ujarnya.
Sementara itu, Perbekel Desa Sembiran, I Ketut Gede Dony Widhi Ariawan, menegaskan pentingnya melestarikan tenun cag-cag sebagai warisan budaya sekaligus potensi ekonomi. “Tenun cag-cag bukan hanya menjadi bagian dari usaha peningkatan pendapatan keluarga, tetapi juga mendukung kegiatan PKK. Kami berharap kegiatan ini dapat berkelanjutan”, ungkapnya.
Narasumber pelatihan pewarnaan
alami, I Made Andika Putra, pemilik Pagi Motley Studio, mengungkapkan tantangan
yang dihadapi dalam bisnis pewarnaan alam. “Biaya produksi yang lebih tinggi,
proses yang memakan waktu untuk warna dan motif tertentu, serta kesulitan
menjaga standar ketahanan warna antar-batch masih menjadi persoalan utama”,
jelasnya. #Mty.