Di Wantilan Pura Subak yang teduh, bersemi sebuah inisiatif mulia. Desa Panji yang dipimpin oleh Perbekel visioner, berkolaborasi dengan Politeknik Pariwisata Bali menggelar diskusi terbuka bertajuk "Panji Bicara Alam" dengan tajuk sentral yang menyentuh kalbu: ATMA, Atas Nama Air. Lebih dari sekadar forum, acara ini menjadi panggung sinergi berbagai elemen masyarakat Bali, dari wakil rakyat hingga aktivis lingkungan, dari akademisi hingga praktisi pariwisata, semuanya terpanggil oleh satu isu krusial pelestarian air.
Guru Gede Kresna, sang pembicara utama dengan lugas memaparkan kondisi
faktual di lapangan, terutama mengenai tantangan optimalisasi mata air. Ia juga
menyinggung fokus pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam periode
kepemimpinan kedua Gubernur Bali, mengisyaratkan perlunya keseimbangan dengan
pelestarian sumber daya alam.
Diskusipun gayung bersambut. Mapala Undiksha hadir dengan semangat
konservasi, menawarkan pembibitan tanaman Majegau dan program sosialisasi.
Suara dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) tak kalah
mengkhawatirkan. Investasi yang merambah desa-desa telah menyebabkan alih
fungsi lahan sawah yang mengkhawatirkan. PHRI menyerukan tindakan nyata, aksi
dan eksekusi segera untuk mengatasi masalah ini.
Semangat gotong royong juga ditunjukkan oleh Asosiasi Homestay yang telah
mengimplementasikan solusi konkret dengan menghadirkan mesin pencacah plastik,
sekaligus aktif mempromosikan Desa Panji melalui kunjungan-kunjungan. Akademisi
dari Politeknik Pariwisata Bali memberikan perspektif historis, mengingatkan
bagaimana kearifan lokal leluhur sebelum tahun 1980-an begitu efektif dalam
menjaga keseimbangan air. Mereka juga menyoroti kerusakan lingkungan yang
terjadi di Danau Buyan dan Tamblingan sebagai pelajaran berharga.
Dari akar rumput, Klian Subak Kedu menyuarakan kegelisahan mengenai
pelestarian Subak sebagai warisan budaya dan sistem pengelolaan air
tradisional. Semangat pelestarian ini diwujudkan secara nyata oleh perangkat
desa yang melakukan aksi simbolis penanaman pohon. Klian Desa Adat Panji
menambahkan perspektif pembangunan yang tak terhindarkan membawa dampak
lingkungan, namun menegaskan bahwa proses pembuatan Perarem (aturan adat)
pembatasan plastik sedang berjalan sebagai upaya mitigasi.
Isu pencemaran sampah terhadap sumber air menjadi perhatian serius BRIDA
Provinsi Bali, menekankan perlunya tindakan preventif. Dukungan regulasi datang
dari Dinas PMDDukcapil Provinsi Bali yang mensosialisasikan Pergub Bali Nomor
24 Tahun 2020 tentang Perlindungan Mata Air, Sungai, dan Danau. Dinas Pertanian
Provinsi Bali juga mendorong peningkatan status LP2B (Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan) dari Surat Keputusan (SK) menjadi Peraturan Daerah (Perda) untuk
memberikan perlindungan yang lebih kuat.
Kadis LHK Provinsi Bali memberikan tenggat waktu yang jelas dan ambisius,
Juni 2025 sebagai batas akhir bagi seluruh desa untuk memiliki Perarem tentang
pembatasan plastik. Langkah lebih jauh juga digaungkan dengan seruan untuk
menghentikan penggunaan dan distribusi air kemasan, menuju target Bali Bebas
Sampah Plastik pada tahun 2027.
Sebagai penutup, Ketua DPRD Kabupaten Buleleng memberikan closing statement yang optimis. Beliau memastikan bahwa skema pembangunan di Buleleng telah sesuai dengan tata ruang yang ada dan setiap desa telah memiliki pemetaan pembangunan yang disusun secara kolaboratif. Beliau juga mengapresiasi Desa Panji yang telah memberikan inspirasi bagi desa-desa lain dalam melakukan pembangunan yang berkelanjutan, serta menegaskan kesiapan DPRD untuk menerima masukan dan terus berdiskusi demi kemajuan daerah.
Diskusi "Panji Bicara Alam" ini bukan sekadar pertukaran
gagasan, melainkan sebuah deklarasi komitmen bersama untuk menjaga ATMA, sang
pemberi kehidupan, demi masa depan Bali yang lestari. Semangat kolaborasi yang
terpancar dari Wantilan Pura Subak Kedu menjadi harapan baru bagi terwujudnya
harmoni antara pembangunan dan pelestarian alam di Kabupaten Buleleng. #Wck.